Berita & Artikel Yogasmara

27 Oct 2022

Penulis : Saffina Faizati

Prevalansi Anak Berkebutuhan Khusus di Kota Semarang Layaknya Fenomena Gunung Es 

Semarang- Yayasan Yogasmara Semarang kembali menggelar kegiatan Forum Group Discussion (FGD) di Haris Hotel Semarang, Kamis (27/10/2022). Mengangkat tema yang sama yaitu "Advokasi Pelaksanaan CRPD: Penerimaan dan Penyediaan Lingkungan Akomodatif Bagi Individu Autistik", FGD ini menghadirkan para stakeholder, pegiat  kaum disabilitas, relawan, penyandang disabilitas, dan pendamping anak disabilitas.

Permasalahan mengenai pendataan bagi anak disabilitas menjadi salah satu topik yang dibahas dalam FGD kali ini. Hal tersebut dikarenakan jumlah anak berkebutuhan khusus di Kota Semarang seperti fenomena gunung es. 

Dalam diskusi tersebut Muawanah, selaku pegiat disabilitas Kelurahan Rowosari menyampaikan bahwa masyarakat tidak transparan dalam memberikan informasi mengenai kondisi anggota keluarganya ketika sedang dilakukan pendataan oleh petugas sensus. 

"Salah satu kendala pendataan di Kelurahan Rowosari adalah ketika ada petugas sensus datang untuk melakukan pendataan kepada para penyandang disabilitas, ada beberapa orang tua yang tidak terbuka untuk mengatakan bahwa ada anaknya yang meyandang disabilitas," jelas Muawanah dalam sesi diskusi. 

Hal senada juga dikatakan oleh Didi, aktivis Jaringan Kawal Jateng Inklusi (Jangka Jati) bahwasannya masih ada beberapa orang yang tidak terbuka  kepada petugas jika salah satu anggota keluarganya adalah penyandang disabilitas .

"Mereka enggan mengakui ketika petugas sedang melakukan pendataan, bagi mereka penyandang disabilitas merupakan aib bagi keluarga," jelas Didi. 

Sulitnya melakukan pendataan bagi anak autis juga dirasakan oleh Menik, founder Rumah Pintar Anak Berkebutuhan Khusus.  Menik mengatakan bahwa masyarakat yang memiliki anggota keluarga berkebutuhan khusus menanggap bahwa pendataan terkait penyandang disabilitas dilakukan dalam rangka pemberian bantuan. 

"Ketika dilakukan pendataan oleh petugas mereka menganggap bahwa mereka akan mendapatkan bantuan. Padahal kan belum tentu juga," ucap Menik. 

Kegiatan FGD ini ditutup dengan pemaparan mengenai prosedur perekaman e-KTP bagi penyandang disabilitas oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang.

 

04 Oct 2022

Penulis : Saffina Faizati

Advokasi Pelaksanaan CRPD: Penerimaan dan Penyediaan Lingkungan Adaptif dan Akomodatif bagi Individu Autistik

Semarang- Yayasan Yogasmara Semarang bersama para individu autistik dan para stakeholder Kota Semarang menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertemakan “Advokasi Pelaksanaan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD): Penerimaan dan Penyediaan Lingkungan Adaptif dan Akomodatif bagi Individu Autistik”, yang dilaksanakan di Haris Hotel Semarang, pada Selasa (04/10/2022).

Kegiatan FGD tersebut bertujuan untuk menentukan Daftar Inventaris Masalah (DIM) berkaitan dengan hak-hak penyandang disabilitas autisma dilingkup Karesidenan Semarang.

“Dari daftar infentaris masalah tersebut nantinya akan ditindak lanjuti dalam bentuk menjalin berbagai kerjasama maupun mengadakan workshop yang relevan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan hak penyandang disabilitas autism,” jelas Lani Setiyadi, Direktur Yayasan Yogasmara Semarang.

Lani Setyadi menambahkan bahwa dengan teridentifikasinya DIM para praktisi disabilitas autisma dan para stakeholder dapat menentukan langkah strategis yang dapat digunakan untuk mengawal pelaksanaan pemenuhan hak disabilitas di Karesidenan Semarang.

Dalam pemaparannya, Lani Setyadi mengatakan salah satu bentuk pelaksanaan pemenuhan hak disabilitas yang sudah terealisasi adalah adanya ruangan sensori bagi penumpang penyandang disabilitas autisma yang disediakan oleh PT Angkasa Pura 1.

“Bahwa sebelumnya Yayasan Yogasmara Semarang diminta untuk menjadi tim konsultasi PT Angkasa Pura 1 dalam pembuatan ruang sensori sebagai bentuk pemberian layanan akomodatif bagi penyandang autisma. Pada FGD kemarin Yayasan Yogasmara Semarang turut mengevaluasi pelaksanaannya,” jelasnya.

Lani Setyadi menambahkan bahwa respon positif datang dari maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang menyatakan bahwa adanya ruang sensori tersebut dapat menolong penumpang yang autistik menjadi lebih tenang saat berada di dalam pesawat.

“Salah satu respon positif datang dari maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang menyampaikan bahwa ruang sensori ini menolong penumpang yang autistik menjadi lebih tenang ketika ada di pesawat karena mereka memiliki waktu untuk menenangkan diri,” ungkap Lani Setyadi diakhir pemaparannya.

Baca Berita Lengkap

23 Apr 2022

Penulis : Lilik Sahal Dzul Fahmi

Peringati Bulan Peduli Autisme, Yayasan Yogasmara Gelar pelatihan YOGA & Seminar

Dalam rangka memperingati Bulan Peduli Autisme tahun 2022, Yayasan Yogasmara menggelar rangkaian pelatihan Yoga bagi penyandang Autisma dan Seminar ‘Pelaksanaan Preventing of Sexual Exploitation, Abuse and Harassment (PSEAH) dalam Lingkup Kerja Yayasan Yogasmara’ pada Sabtu (23/4/2022) bertempat di Whizz Hotel Semarang.

Pelatihan yoga diikuti oleh Anggota Perkumpulan Pemuda Pemudi Autisma (PPPA) Jawa Tengah yang sebelumnya telah dibentuk oleh Yayasan Yogasmara. Selain itu pelatihan juga diikuti oleh para orang tua anggota PPPA.

“Penting untuk dapat mempelajari gerakan Yoga karena banyak sekali manfaatnya. Mengurangi stress hingga melatih kontrol emosi diantaranya. Bagi Autisme, Yoga dapat bermanfaat untuk memberikan ketenangan, melatih fokus, hingga melatih kemampuan motorik”. Ujar Ibu Puspa pimpinan Puspa Yoga School Semarang.

Kegiatan Seminar dihadiri oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah. Dalam sambutanya, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3AKB) menyatakan apresiasi kepada Yayasan Yogasmara atas kepedulian anak yang diwujudkan dalam kebijakan dan aturan PSEAH. 

Belum maksimalnya pencegehan juga perlindungan bagi korban kekerasan seksual terutama bagi Anak-anak berkebutuhan khusus semakin menghawatirkan. Suryaningtyas Sulistyani, SH. Dalam paparanya menunjukan Data kasus kekerasan seksual di Indonesia yang diambil dari situs https://kekerasan.kemenpppa.go.id per 1 Januari 2022 - Maret 23 Maret 2022 mencapai 4.986 kasus dengan rincian 768 korban laki-laki dan 4.609 korban perempuan. Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah Sendiri terjadi 368 jumlah kasus dengan 50 koban laki-laki dan 364 korban perempuan. Banyak sekali kasus-kasus kekerasan seksual di Indonesia tidak terselesaikan secara hukum dengan baik. Untuk itu perlu adanya aturan yang mengikat serta kerja sama yang baik antar pihak agar permasalahan serupa tidak terjadi berulangkali.

“Banyak kasus kekerasan seksual sering terjadi justru dilingkungan keluarga. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat yang paling aman justru menjadi momok yang menakutkan bagi para korban. Korban rata-rata memilih bungkam karena faktor keluarga. Sejatinya hal demikian tidak dibenarkan. Perlu adanya upaya hukum agar pelaku jera dan tidak mengulangi perbuatanya kembali”. Ungkap Suryaningtyas Sulistyani yang akrab dipanggil Mbak Yaya.

Dalam Seminar ini ibu Nurina, S.Psi., M.Psi., Psikolog., CHA., CGA. Lebih jauh menjelaskan tentang dampak kekerasan seksual baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pada jangka pendek anak korban kekerasan seksual akan bersikap marah berlebih bahkan dapat menyerang orang lain. Miliki ketakutan ketika bertemu orang asing, bahkan kepada anggota keluarga. Selain itu anak akan mengurung diri dan tidak mau bicara. Ia menambahkan dampak jangka panjang korban kekerasan seksual adalah akan memiliki presepsi negatif kepada lawan jenis, traumatik, depresi, dissosiasi hingga paling buruknya adalah bunuh diri.

“Namun sebenarnya kekerasan seksual dapat kita cegah yaitu dengan kita sebagai orang tua paham atas usia mental anak, melakukan pendidikan seksual kepada anak, membantu memilihkan lingkungan yang sesuai dengan anak hingga menjalin komunikasi yang efektif dengan anak’’. Kata Bu Ririn sapaan akrab Ibu Nurina.

Baca Berita Lengkap